Rabu, 15 Desember 2010

Bencana Merapi


Lokasi Bencana Merapi Jadi Sabana

 Tim peneliti Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengusulkan lokasi bencana Gunung Merapi yang tertimbun material vulkanik dijadikan kawasan sabana kolektif.
"Seluruh permukiman di kaki Gunung Merapi yang kini tertimbun material vulkanik, kami nilai cocok dijadikan kawasan sabana kolektif," kata koordinator tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Sudaryono, di Yogyakarta, Sabtu (3/12/2010).

Ia mengatakan kawasan sabana kolektif berfungsi sebagai sumber pakan ternak dan zona bebas hunian serta bangunan tegak, dengan kepemilikan lahan dijamin tetap berada di tangan warga.
Menurut dia dalam Lokakarya Gagasan Tata Ruang Wilayah Merapi, daerah sabana kolektif itu sebaiknya ditanami tanaman talas, pisang, dan rumput. Dalam jangka pendek dan menengah, hanya ketiga tanaman itu yang bisa tumbuh di kawasan yang terkubur material vulkanik.
"Seluruh kawasan dusun yang terkubur material Merapi kini telah menjadi koridor baru dari luncuran lahar dan awan panas gunung tersebut," kata dosen Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik UGM itu.
Ia mengatakan jika akan dihuni kembali, diperkirakan membawa risiko yang tinggi di waktu mendatang ketika erupsi dan awan panas menerjang kembali daerah itu.
"Daerah yang kini terkubur material vulkanik akibat luapan lahar Merapi memiliki ketebalan pasir mencapai 2-10 meter, lebar 200 meter, dan panjang 15 kilometer," katanya.
Menurut dia, seluruh kawasan dusun yang terkubur hanya digunakan untuk kegiatan sabana, karena desa tersebut telah menjadi daerah luncuran baru untuk lahar dan awan panas Merapi.
"Untuk hunian warga digeser ke posisi lintang dengan jarak area 500 meter dari garis tepi terluar potensial luapan lahar dan terjangan awan panas Merapi. Jadi, menggeser sekitar 500 meter dari tepi zona luberan lahar," katanya.

Sementara itu, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono mengatakan penataan ruang untuk kawasan permukiman warga yang tinggal di sekitar Merapi perlu memperhatikan beberapa aspek.
"Aspek itu antara lain budaya, sosial, dan ekonomi. Dalam konteks tersebut perlu skenario tata ruang yang holistik," katanya.


Sumber kompas.com

Penyebab Banjir di Jakarta


Kawasan Puncak Penyebab Banjir di Jakarta

 Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Institut Pertanian Bogor (IPB) Erna Rustiadi, kesalahan tata ruang terutama di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor tidak sesuai dengan perencanaan tata ruang yang sudah ditetapkan UU dan Kepres. 

"Hutan yang seharusnya ditumbuhi tanaman, justru dipadati ribuan bangunan liar dan vila yang tak ber-IMB dan tidak sesuai tata ruang," ujar Erna Rustiadi kepada VIVAnews, Jumat 19 Februari 2010.

Akibatnya, lanjut Erna, kawasan lindung itu tidak ada resapan air untuk menampung air hujan yang turun di kawasan puncak. Sehingga, setiap hujan di Puncak wilayah Jabotabek terutama DKI Jakarta akan terkena banjir.

Oleh karena itu, kata dia, untuk menanggulangi bencana banjir di Jabotabek terutama di DKI Jakarta, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor agar melakukan kebijakan untuk membongkar bangunan villa yang tidak mempunyai IMB tersebut. "Jika tidak ada tindakan yang konkrit, bencana banjir akan terus berulang," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kabupaten Bogor, Zairin, mengatakan untuk menertibkan bangunan villa liar dikawasan puncak, terbentur dengan kekuasaan wilayah tanah yang dibangun villa liar. "Sampai saat ini, bangunan villa liar itu berada diatas tanah Perhutani," tegasnya.


Sumber: VIVAnews.com

Solusi Kemacetan di Jakarta


Solusi Kemacetan di Jakarta
Beberapa pengamat transportasi memperkirakan, semua kendaraan di Jakarta akan terjebak kemacetan sesaat setelah keluar dari rumah pada tahun 2014. Ahli transportasi Universitas Trisakti, Fransiskus Trisbiantara, bahkan lebih ekstrem lagi dengan memperkirakan kemacetan total dapat terjadi pada 2011-2012 jika tidak ada langkah berarti dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Angkutan massal
Solusi utama kemacetan sebenarnya sudah diketahui semua pihak, termasuk Pemprov DKI Jakarta. Penciptaan angkutan massal yang cepat dan nyaman serta pembatasan angkutan pribadi akan menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta.
Saat menyadari solusi itu, Pemprov DKI menyusun konsep pola transportasi makro. Angkutan massal dengan sistem mass rapid transit (MRT), bus rapid transit (BRT), angkutan air, dan kereta api disiapkan.
MRT sudah mendapatkan pendanaan dan mulai disiapkan infrastruktur penunjangnya. Sayangnya, proses yang berlangsung molor delapan bulan sehingga target operasi pada awal 2016 diperkirakan sulit tercapai.
BRT diwujudkan dengan bus transjakarta yang sudah beroperasi 7,5 koridor. Angkutan air sudah pernah beroperasi, tetapi tidak dilanjutkan.
Kepala Dewan Transportasi Kota Jakarta Edie Toet Hendratno mengatakan, angkutan massal yang dapat menjadi tumpuan harapan untuk mengatasi kemacetan dalam kota saat ini adalah bus transjakarta, apalagi bus transjakarta itu dapat mengangkut sampai 210.000 penumpang setiap hari.
Sayangnya, pengelola bus transjakarta belum dapat memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke BRT itu. Belum idealnya jumlah bus di setiap koridor menjadi akar semua masalah itu.
Tidak seimbangnya jumlah bus dan penumpang membuat kondisi halte dan bus terlalu penuh dan tidak nyaman. Tanpa kenyamanan, pengguna kendaraan pribadi tidak bakal mau pindah ke bus transjakarta.
Selain itu, waktu kedatangan antarbus yang sering lebih dari 15 menit membuat penumpang harus menunggu lama. Akibatnya, warga yang butuh kecepatan dalam perjalanan tetap memilih kendaraan pribadi.
Ketiadaan tempat parkir bagi pengendara kendaraan pribadi yang ingin beralih ke bus transjakarta dan angkutan pengumpan yang memadai untuk menuju dan meninggalkan halte juga menjadi masalah tambahan.
Kondisi ini ironis karena pada awalnya bus transjakarta justru menawarkan kenyamanan, kemudahan, dan kecepatan.
Harapan angkutan massal lainnya terletak pada kereta api (KA) Jabotabek. Angkutan ini diharapkan mampu memindahkan pengendara kendaraan pribadi dari kawasan pinggiran yang masuk ke Jakarta. Berdasarkan data Dishub DKI Jakarta tahun 2007, dalam sehari sekitar 650.000 kendaraan berbagai jenis dari Bogor, Bekasi, Depok, dan Tangerang berjejal masuk ke Jakarta.
Untuk mengurangi jumlah kendaraan, Pemprov DKI Jakarta bersama PT KA yang kemudian mendirikan PT KAI Commuter Jabodetabek mewujudkan jaringan KA lingkar luar atau loop lineyang melayani jaringan rel listrik sebanyak 150 kilometer, yang menghubungkan rute Jakarta-Bogor, Jakarta-Bekasi, Jakarta-Tangerang, dan Jakarta-Serpong.
Menurut Direktur Utama PT MRT Tribudi Raharjo, selain melayani penumpang dari luar Jakarta ke dalam kota, juga dapat digunakan untuk melayani penumpang di dalam kota. Jalur lingkar dapat dibangun di dalam kota, dengan jalur Jatinegara-Manggarai-Tanah Abang-Duri-Kampung Bandan-Pasar Senen-Jatinegara.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyetujui usulan itu dan sudah merundingkannya dengan Dirjen Perkeretaapian Departemen Perhubungan. Namun, saat ini realisasi jalur lingkar itu masih terhambat oleh permukiman ilegal, jalur rel yang kurang terawat, rawan banjir, persimpangan sebidang dengan jalan raya, dan belum terintegrasinya stasiun dengan moda angkutan lainnya dan tata kota di sekitarnya. "DKI bersama dengan PT KA Jabotabek akan mewujudkan jalur lingkar itu pada 2012.

Sumber kompas.com

Penyebab Banjir Bandang Wasior


Pemerintah menyebutkan adanya tata ruang yang kurang tepat menjadi salah satu faktor penyebab banjir bandang. Pemerintah pun berencana melakukan relokasi warga di Wasior, Papua Barat, pascabanjir bandang yang melanda wilayah tersebut beberapa waktu lalu.

Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan, menuturkan, Wasior sebenarnya adalah wilayah yang termasuk kawasan produksi terbatas, namun di lapangan terjadi perluasan menjadi kawasan pemukiman. “Pemerintah berencana melakukan relokasi, jadi tidak ada pemukiman padat dan ini akan diatur. Provinsi Papua Barat harus segera diatur tata ruangnya,” kata Menhut dalam konferensi pers mengenai bencana Wasior, Selasa (12/10). Namun wilayah relokasi belum ditentukan.

Zulkifli pun menambahkan bencana Wasior bukan disebabkan terjadinya pembalakan liar, adanya Hak Pengelolaan Hutan (HPH) atau usaha tambang. Namun faktor utama yang mendorong adalah tingginya curah hujan.

Zulkifli menuturkan, Kota Wasior yang dilanda banjir adalah akibat pasokan air dari daerah tangkapan air (DTA) DAS Manggrai yang luasnya sekitar 2100 hektar. Ia mengatakan, dengan luas DTA tersebut dan hujan selama enam jam yang didahului hujan empat hari sebelumnya tidak mungkin menghasilkan debit air banjir seperti yang terjadi. “Diduga debit air banjir merupakan jumlah air banjir normal ditambah akumulasi limpasan yang tertahan oleh sumbatan palung sungai akibat tanah longsor. Saat volume palung sudah penuh dan hujan deras, jadinya jebol,” jelasnya.

Mengenai ditemukannya sejumlah kayu di lokasi yang memunculkan dugaan adanya pembalakan liar, Zulkifli menjelaskan kayu tersebut merupakan hasil longsor. “Endapan kayu terkelupas kulitnya dan bersih menjadi bukti cukup lama terendam genangan,” ujar Zulkifli. Ia tak menampik adanya pembalakan liar di Papua dan Papua Barat, tetapi ia menegaskan hal tersebut tidak terjadi di Wasior

Referensi : Republika.com

Bencana Tsunami Mentawai


Bencana Tsunami Mentawai
Gempa dan tsunami yang menewaskan hampir 500 orang di Mentawai, ternyata sudah diprediksi tim ilmuwan Irlandia sejak sembilan bulan lalu. Pemerintah pun sudah diingatkan agar waspada.

Prediksi gempa Mentawai dibuat tim ilmuwan yang diketuai John McCloskey, profesor di Institut Riset Sains Lingkungan Hidup di Universitas Ulster, Irlandia Utara. Prediksinya dituangkan dalam surat untuk jurnal Nature Geoscience dan pernah dilansir kantor berita AFP, Januari lalu.

"Ancaman gempa penyebab tsunami yang  dahsyat dengan skala kekuatan lebih dari 8,5 di  tambalan Mentawai tidak berkurang. Ada potensi timbulnya korban jiwa sebesar tsunami Samudera Hindia tahun 2004," demikian peringatan tersebut.

Dikatakan tim itu, bahaya tersebut berasal dari dari penumpukan tekanan yang terus-menerus dalam dua abad terakhir di belahan lempeng Sunda (Sunda Trench), salah satu zona gempa paling mengerikan di dunia, yang berlangsung paralel ke pantai Sumatera bagian barat.

Memang tidak disebutkan kapan waktunya, namun dengan jelas ilmuwan terkemuka itu mengingatkan adanya ancaman gempa dan tsunami  itu. "Ancamannya jelas dan kebutuhan untuk aksi mendesak sangatlah tinggi," kata McCloskey yang juga ahli seismologi.

Peringatan tersebut disampaikan merujuk hasil analisa tim McCloskey terhadap gempa Padang, 30 September 2009. Mereka meminta pemerintah Indonesia bersiap-siap menghadapi gempa dan tsunami, khususnya untuk kawasan Mentawai dan Padang.

"Penting sekali  pemerintah Indonesia dengan bantuan komunitas internasional dan organisasi-organisasi nonpemerintah, memastikan menuntaskan upaya bantuan dan pembangunan tahan gempa usai gempa bumi ini  dan bekerja sama dengan rakyat Padang untuk membantu mereka menyiapkan diri untuk gempa berikutnya," pungkas mereka.

Gempa dan tsunami pun akhirnya benar-benar terjadi di Mentawai pada Senin 25 Oktober dengan kekuatan 7,2 Skala Richter (SR). Memang  tidak sampai 8,5 SR seperti prediksi sebelumnya, namun McCloskey setidaknya telah berhasil mendeteksi lebih dini munculnya gempa Mentawai.

Tidak seperti daerah Padang yang sudah siap dengan pemantau gempa dan tsunami, Mentawai ternyata tidak dipasangi pemantau tsunami oleh pemerintah. Padahal peringatan sudah disampaikan tim ilmuwan.

Tragisnya lagi, tsunami yang menerjang Mentawai luput dari perhatian dan baru diketahui keesokan harinya setelah menelan banyak korban. Hingga Minggu (31/10) korban jiwa di Mentawai mencapai 449 orang, 96 orang hilang, 270 orang luka berat, 142 orang luka ringan dan 14.983 orang terpaksa mengungsi.

Prediksi McCloskey juga terbukti pada gempa 8,6 SR yang menerjang Pulau Simeuleu pada 28 Maret 2005. Gempa itu menciptakan tsunami 3 meter.


Sumber : Harian Global, senin 1 november 2010