Solusi Kemacetan di Jakarta
Beberapa pengamat transportasi memperkirakan, semua kendaraan di Jakarta akan terjebak kemacetan sesaat setelah keluar dari rumah pada tahun 2014. Ahli transportasi Universitas Trisakti, Fransiskus Trisbiantara, bahkan lebih ekstrem lagi dengan memperkirakan kemacetan total dapat terjadi pada 2011-2012 jika tidak ada langkah berarti dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Angkutan massal
Solusi utama kemacetan sebenarnya sudah diketahui semua pihak, termasuk Pemprov DKI Jakarta. Penciptaan angkutan massal yang cepat dan nyaman serta pembatasan angkutan pribadi akan menyelesaikan masalah kemacetan di Jakarta.
Saat menyadari solusi itu, Pemprov DKI menyusun konsep pola transportasi makro. Angkutan massal dengan sistem mass rapid transit (MRT), bus rapid transit (BRT), angkutan air, dan kereta api disiapkan.
MRT sudah mendapatkan pendanaan dan mulai disiapkan infrastruktur penunjangnya. Sayangnya, proses yang berlangsung molor delapan bulan sehingga target operasi pada awal 2016 diperkirakan sulit tercapai.
BRT diwujudkan dengan bus transjakarta yang sudah beroperasi 7,5 koridor. Angkutan air sudah pernah beroperasi, tetapi tidak dilanjutkan.
Kepala Dewan Transportasi Kota Jakarta Edie Toet Hendratno mengatakan, angkutan massal yang dapat menjadi tumpuan harapan untuk mengatasi kemacetan dalam kota saat ini adalah bus transjakarta, apalagi bus transjakarta itu dapat mengangkut sampai 210.000 penumpang setiap hari.
Sayangnya, pengelola bus transjakarta belum dapat memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke BRT itu. Belum idealnya jumlah bus di setiap koridor menjadi akar semua masalah itu.
Tidak seimbangnya jumlah bus dan penumpang membuat kondisi halte dan bus terlalu penuh dan tidak nyaman. Tanpa kenyamanan, pengguna kendaraan pribadi tidak bakal mau pindah ke bus transjakarta.
Selain itu, waktu kedatangan antarbus yang sering lebih dari 15 menit membuat penumpang harus menunggu lama. Akibatnya, warga yang butuh kecepatan dalam perjalanan tetap memilih kendaraan pribadi.
Ketiadaan tempat parkir bagi pengendara kendaraan pribadi yang ingin beralih ke bus transjakarta dan angkutan pengumpan yang memadai untuk menuju dan meninggalkan halte juga menjadi masalah tambahan.
Kondisi ini ironis karena pada awalnya bus transjakarta justru menawarkan kenyamanan, kemudahan, dan kecepatan.
Harapan angkutan massal lainnya terletak pada kereta api (KA) Jabotabek. Angkutan ini diharapkan mampu memindahkan pengendara kendaraan pribadi dari kawasan pinggiran yang masuk ke Jakarta. Berdasarkan data Dishub DKI Jakarta tahun 2007, dalam sehari sekitar 650.000 kendaraan berbagai jenis dari Bogor, Bekasi, Depok, dan Tangerang berjejal masuk ke Jakarta.
Untuk mengurangi jumlah kendaraan, Pemprov DKI Jakarta bersama PT KA yang kemudian mendirikan PT KAI Commuter Jabodetabek mewujudkan jaringan KA lingkar luar atau loop lineyang melayani jaringan rel listrik sebanyak 150 kilometer, yang menghubungkan rute Jakarta-Bogor, Jakarta-Bekasi, Jakarta-Tangerang, dan Jakarta-Serpong.
Menurut Direktur Utama PT MRT Tribudi Raharjo, selain melayani penumpang dari luar Jakarta ke dalam kota, juga dapat digunakan untuk melayani penumpang di dalam kota. Jalur lingkar dapat dibangun di dalam kota, dengan jalur Jatinegara-Manggarai-Tanah Abang-Duri-Kampung Bandan-Pasar Senen-Jatinegara.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyetujui usulan itu dan sudah merundingkannya dengan Dirjen Perkeretaapian Departemen Perhubungan. Namun, saat ini realisasi jalur lingkar itu masih terhambat oleh permukiman ilegal, jalur rel yang kurang terawat, rawan banjir, persimpangan sebidang dengan jalan raya, dan belum terintegrasinya stasiun dengan moda angkutan lainnya dan tata kota di sekitarnya. "DKI bersama dengan PT KA Jabotabek akan mewujudkan jalur lingkar itu pada 2012.
Sumber kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar